REAL ILLUSION
Aku terbangun di suatu tempat, antara sadar dan tidak sadar. Di sekelilingku semuanya terasa berbeda. Lantai yang kupijak, dinding yang ada di sekelilingku, langit-langit ruangan, bahkan diriku sendiripun terasa berbeda. Rasanya tak seperti yang pernah kulihat dan kurasakan selama lima belas tahun masa hidupku. Seperti berada disuatu tempat yang asing, lebih indah, penuh misteri, dan seperti yang kukatakan, tidak nyata.
Aku mengamati sekeliling, masih dengan rasa tak percaya. Ada sedikit kecemasan karna berada suatu di tempat yang tak kukenal. Namun dibalik kecemasan itu ada pula rasa takjub akan dunia yang baru kupijak saat ini. Ok, aku tak sepenuhnya jujur aku tak mengenal tempat ini. Aku tahu tempat ini, atau setidaknya dunia yang baru kumasuki.
Ini benar-benar sinting. Aku tidak mungkin berada disini kan? Aku nyata, dan tempat ini seharusnya tidak nyata. Tapi kenyataannya aku berada disini. Jadi apakah tempat ini nyata? Ataukah aku yang tidak nyata? Pikiranku dipenuhi segudang tanda tanya. Dengan sisa-sisa tenaga yang masih otakku miliki aku mencoba mengingat-ingat kembali kejadian sebelumnya. Yang terakhir dapat kuingat adalah aku sedang bertengkar dengan ibuku karena masalah sepele yang menurut ibuku adalah hal besar. Ibu ku tidak suka aku berlama-lama bermain di depan komputer. Menurutnya otakku sudah teracuni internet. Hal itu membuatku kecanduan. Aku sakit dan butuh pertolongan.Tapi taukah kau kenyataannya? Justru itulah penolongku. Internet adalah obatku. Ibuku saja yang tidak bisa mengerti. Jadi setelah itu aku berlari ke kamar, membanting pintu keras-keras dan hal selanjutnya menjadi samar-samar. Kemudian aku tak ingat apapun.
--
Tempat ini berupa sebuah ruangan mewah yang sangat besar. Tak banyak barang-barang memang. Ada beberapa lukisan yang tergantung di dinding, beberapa kursi antik dan hiasan-hiasan indah yang nampak tak nyata. Ya, sekali lagi kubilang, tak nyata! Disalah satu sudut tempat terdapat sebuah kaca besar berukuran setinggi tubuh manusia. Aku menghampiri kaca itu lalu berdiri di depannya. Aku mengenal wajah di depanku. Itu adalah aku, tapi bukan aku yang sesungguhnya. Itu adalah aku yang lain. Diriku yang kuciptakan sendiri. Harusnya aku tak mungkin ada disosok ini. Aku yang ini tidak nyata dan tidak mungkin akan menjadi nyata. Apa aku sedang bermimpi? Mungkin saja. Jika benar begitu aku tidak ingin cepat-cepat meninggalkan mimpi ataupun dunia ini.
Penampilanku di kaca seperti yang sudah bisa kuduga, secara keseluruhan aku tampak seperti manusia pada umumnya. Tapi dengan bentuk mata yang lebih indah dari mata biasa, rambut tertata rapi dan berkilau, warna kulit lebih cemerlang, dan bentuk muka yang sedikit berbeda dari umumnya namun memiliki kecantikan yang manusia nyata tak dapat samai. Aku mengenakan tanktop dan rok tutu berwarna hitam kontras dengan warna kulitku sekarang yang terang. Kenapa aku bilang sekarang karna aku sadar aku dapat mengganti warna kulitku sendiri sesuai yang kuinginkan. Bahkan seluruh bagian dari tubuhku. Inilah hebatnya tinggal di dunia ini.
Aku melihat telinga kelinciku bergoyang-goyang di atas kepala dan secuil ekor kecil menggantung di bawah punggungku. Serbuk glitter putih berkerlap-kerlip di sekitarku. Hal yang tak bisa kudapatkan di dunia nyata.
Sesuatu muncul secara tiba-tiba, atau lebih tepatnya seseorang. Aku menengok kearah datangnya. Dia ada di tempatku pertama kali aku datang. Hal yang luput dariku yaitu aku tak tau bagaimana cara dia datang. Dia tampak seperti tiba-tiba sudah ada disitu dalam sekejap. Bahkan aku pun tak melihat ada pintu yang terbuka. Tapi sesungguhnya sesuatu dalam diriku tahu bagaimana cara dia datang.
Dia seorang cowok dengan penampilan yang tak jauh beda dari yang sudah kudeskripsikan pada penampilaku sendiri. Bedanya dia tampan, sejenis ketampanan yang hanya bisa kau jumpai pada cowok yang paling tampan di majalah-majalah remaja barat atau di gambar-gambar coretan tangan yang sudah profesional. Sempurna, kau bisa menyebutnya begitu. Rambut hitamnya dipotong sesuai gaya rambut remaja sekarang, agak tidak beraturan dan berbeda panjang di beberapa sisi. Matanya tajam dan sebiru langit dikala cerah. Hidung dan bibirnya indah. Bentuk wajahnya seperti patung porselin yang sudah didesain untuk terpahat sempurna.
Dia mengenakan pakaian serba hitam sepertiku, namun lebih rumit dengan hiasan disana sini. Aku tau di ‘dunia ini’ cowok berdandan tak kalah hebohnya dari cewek. Jas elegan yang dikenakannya cocok dengan celana hitam ketat yang menutupi kakinya hingga amblas ke sepatu boot berwarna senada. Dia mengenakan syal yang lebih mirip serangkaian bulu binatang berwarna hitam. Apa itu bulu burung? Nah itu dia, itu bulu burung gagak. Aku melihat satu yang hidup bertengger di bahu kirinya. Dia juga menyematkan dua buah katana yang saling menyilang di belakang pinggang, sarung tangan spike dan gelang-gelang spike masing-masing di lengan dan mata kaki juga di leher yang dipakainya sebagai kalung. Kilatan-kilatan listrik menyambar-nyambar di sekeliling tubuhnya seakan hal itu sudah wajar saja ada. Dan entah darimana aku bisa tau bagaimana harus menyebutnya di kala pertemuan kami yang pertama ini. Dia R4VEN dengan semua huruf ditulis secara kapital dan angka 4 sebagai pengganti huruf A. Hey, aku bahkan bisa mengeja namanya secara benar. Ini seperti sesuatu yang aku dapat langsung ketahui tanpa harus susah-payah menanyakannya. Kurasa dia pun tau bagaimana harus menyebutku.
“Hi MonsterBunny,” dia menyapaku.
“Hello R4VEN,” aku menjawab.
Selanjutnya terjadi percakapan antara kami berdua. Aku sudah memutuskan memasukkan R4VEN dalam daftarku. Ya, semua orang disini punya daftar untuk menggolongkan siapa saja yang disukainya kedalam suatu kelompok yang mereka sebut teman. R4VAN sudah menjadi temanku. Kami ngobrol cukup lama hingga muncul beberapa orang lagi di ruangan tersebut. Sama sepertiku dan R4VEN, orang-orang itu muncul secara tiba-tiba dari suatu tempat. Rasanya di tempat ini tak ada batasan ruang dan waktu. Lalu R4VEN pun mengajakku pergi kesuatu tempat berlatar belakang senja hari setelah baru beberapa menit sebelumnya kami mengunjungi tepi danau cerah dengan suasana pagi yang indah. Aneh bukan? Aku tak tau sudah berapa lama aku menghabiskan waktu di tempat ini. Mengobrol bersama R4VEN dan bertemu orang-orang baru, tak pernah merasa lelah ataupun pusing memikirkan kewajiban yang harus dilakukan di dunia yang sesungguhnya, bahkan tak perlu mengkhawatirkan akan menjadi jelek. Benar-benar dunia yang sempurna. Tapi benarkah dunia bisa sesempurna ini? Kalau ‘dunia ini’ benar-benar ada, rasanya aku ingin tinggal selamanya disini.
--
Aku tak bisa tinggal selamanya disini. Ini tidak nyata. Aku mencoba memaksakan otak logikaku berkerja. Namun R4VEN dan seluruhnya yang ada disini seakan mengajakku untuk berfikir yang sebaliknya.
“Ada apa?” tanya R4VEN, menyadari aku tak merespon ucapannya.
Aku menggelengkan kepala lalu berbalik lagi memandang wajah R4VEN yang indah. Benarkah aku bisa menjumpai cowok seperti ini di duniaku?
“Apa kamu capek?” imbuhnya.
“Aku tidak pernah merasa capek jika berada disini. Kupikir kau juga begitu, iya kan?”
“Kau benar. Memangnya ada tempat lain selain disini?”
“Tentu saja. Kita tidak tinggal selamanya disini. Kita punya kehidupan lain yang harus dijalani.”
“Aku tidak tahu kalau ada kehidupan lain selain disini. Sepanjang hidupku aku tinggal disini.”
Ucapan R4VEN sedikit membuatku mengernyitkan dahi. “Kau tidak serius kan? Kita semua punya kehidupan yang lebih nyata dari ini. Ini tidak benar-benar nyata.” kataku.
“Tidak buatku.” Jawaban itu terdengar lirih dari mulut R4VEN sampai hampir-hampir aku tidak bisa menangkapnya bila tidak sungguh-sungguh mendengarkan.
Itu percakapan terakhirku dengan R4VEN sebelum rasanya aku seperti tersedot keluar dari tempatku berada saat itu. Aku masih sempat melihat R4VEN memberiku sepucuk kertas sebelum semua bayangan indah tempat itu memudar bersama R4VEN yang hilang dari pandanganku. Aku membuka mata. Suara gedoran di balik pintu kamarku seakan mendorongku untuk mengangkat kelopak mataku yang sebelumnya terpejam. Aku tidak tidur, tidak juga bermimpi. Aku hanya membayangkan apa yang ingin kulihat dan kurasakan. Sudah setahun ini aku melakukan hal yang sama berulang-ulang. Aku menyebutnya meloloskan diri dari dunia. Gedoran di balik pintu kamarku bertambah keras diringi dengan suara ibuku yang memanggil namaku. Aku bangkit dari posisiku duduk bersandar dibalik pintu, membukakan pintu untuk ibuku dan melakukan percakapan singkat lalu menutupnya kembali.
Kali ini aku berhasil lagi melarikan diri sejenak ke ‘duniaku’ yang lain. Tak ada yang tahu hal ini kecuali diriku sendiri. Tenang, aku pun tak berniat memberitahukannya kepada orang lain. Lagi pula itu hanya ilusi yang kuciptakan sendiri. Bukannya begitu? Tapi apa benar itu sekedar ilusi? Kamarku tampak berbeda. Sebelumnya aku memang meninggalkannya dalam keadaan berantakan dan sekarang pun masih tetap begitu. Tapi kali ini ada sesuatu yang lain. Aku melihat beberapa helai bulu burung gagak tergeletak di lantai kamarku. Bulu itu berwarna sangat hitam sama hitamnya dengan penampilan R4VEN dikala aku bertemu. Lalu aku menyadari sesuatu yang aku lupakan sedari tadi. Aku merasakan benda itu ditanganku. Sebuah kertas dengan tulisan tangan. Aku mengangkatnya. Dikertas itu tertulis sebuah tulisan, jelas bukan tulisan tanganku. Aku membacanya sambil ternganga.
Yang tertulis di kertas itu ialah satu kalimat pendek.
“I AM REAL”
-fin-
Yup, that's it. Nama R4VEN kuambil berdasarkan deskripsi tokoh, selain itu juga karna aku suka namanya :p. Memang sih gambarnya agak beda dari deskripsi R4VEN di cerpen. Tapi kira" yah bengitulah gambaran R4VEN. Lol
Inspiration? Kotak khayalan dalam kepalaku dan the awesome video of CAMERON UGH I found on youtube. He said "I'M REAL!!". Check out this link and PLEASE pretend this is R4VEN in the real life xDD
0 komentar:
Posting Komentar